✿ stay simple, stay humble ✿

Kamis, 16 Agustus 2012

Keikhlasan Mendatangkan Berkah


          Aku menggerutu karena hingga sore ini adik belum juga pulang dari sekolah. Seharusnya belanja adalah tugasnya sedangkan tugasku adalah memasak. Hari-hari sebelum Ramadhan juga selalu aku yang melakukan dua hal ini sekaligus, aku hanya minta satu pengecualian khusus di Bulan ini. Jika tidak karena adik setelat ini, aku tidak akan berpanas-panas-ria dikerumunan orang yang sibuk belanja untuk keperluan buka puasa. Dan yang paling membuatku semakin geram adalah karena aku sendiri belum tahu apa yang akan aku masak sore ini.
          Aku mengusap keringat di bawah hidung dengan sapu tangan dan menutul-nutulkannya pada bagian wajah yang lain. Mataku jelalatan mencari tempat untuk duduk seraya berfikir apa yang harus aku beli. Untung saja tak beberapa lama aku menemukannya dan langsung duduk tanpa melihat orang-orang di kanan-kiriku, kuambil dompetku dan melihat isinya seraya berpikir tentang apa yang seharusnya aku beli sore ini.
          “nak, beli tape ketan?” Tanya seorang ibu paruh baya menawarkan barang dagangannya ke arahku. Dengan sigap aku mengangkat tangan sambil menggeleng dua kali, padahal aku tau pasti kalau adik sangat menyukai tape ketan. Biar saja, buat apa aku susah-susah membeli makanan itu hanya untuk menyenangkan hatinya? Lagipula aku hanya membawa uang tiga puluh ribu rupiah saja dalam dompetku.
          “ndak terimakasih” jawabku tak acuh, dan kembali fokus pada apa yang aku pikirkan. Namun rupanya ibu itu tak mengerti apa maksud dari kata-kataku, karena ia menawarkan tape ketan jualannya sekali lagi.
          “nak, ini tape ketan manis…buat buka puasa” katanya lagi. Aku kembali memandangnya, dan entah mengapa aku merasa sebal karena ibu itu tak juga mau mengerti.
          “buka puasa kok sama tape ketan, yang ada perut malah makin perih kalau belum makan nasi terlebih dulu” kata-kataku tak begitu keras, namun terdengar sangat jelas. Ibu itu menurunkan tangannya dan menaruh kembali sebungkus tape ketan dalam keranjangnya.
          “mau belanja apa nak… Buat buka puasa sama suaminya nanti ya?” aku membelalak. Suami?
          “saya belum nikah bu. Iya, ini lagi mikir mau belanja apa buat buka puasa nanti” jawabku. Aku melirik ibu itu sekali lagi, kini mataku lebih memperhatikannya dengan seksama. Tubuhnya kecil dan kurus, kulit di punggung tangannya terlihat hitam terbakar terik mentari. Jilbabnya sangat lusuh dengan banyak noda yang menempel, ibu itu memakai gamis yang sudah terlihat sangat usang, dan… Masya Allah…ia tidak memakai sandal dihari sepanas ini.
          Ibu itu kembali mengambil sebungkus tape ketan dagangannya dan melihatnya dengan tatapan sayu. Sepertinya tape ketan dalam keranjangnya itu belum ada yang terjual sama sekali. Tiba-tiba saja hatiku terenyuh, sakit sekali. Aku tadi telah berkata sangat kasar padanya.
          “em…maaf bu… apa ibu ndak memasak sesuatu untuk buka puasa dengan keluarga ibu di rumah?” tanyaku, kali ini aku berusaha agar suaraku terdengar selembut mungkin.
          “ya…kalau tape ketan ibu laku, uangnya ibu pakai buat beli beras dan sedikit lauk nak…” jawabnya, sama sekali tidak terdengar terbebani dengan apa yang ia katakan.
          “kalau… ndak laku?”
          “ya tape ketan ini jadi menu buka puasa kami” jawabnya lagi, tersenyum ringan.
Hatiku kembali miris, sakitnya seperti tertancap paku. Ya Allah… mengapa aku baru menyadari betapa kejamnya aku beberapa menit yang lalu.
          “bu..” aku memegang lengan baju ibu itu dengan lembut dan meneruskan kata-kataku, “maafkan saya ya… tadi perkataan saya pasti menyinggung hati ibu…” aku menahan air mata agar tidak menetes. Ibu itu kembali tersenyum dan berkata,
          “ndak apa-apa nak, tape ketan memang harus dimakan setelah selesai makan nasi supaya ndak sakit perut”
Air mataku jatuh, Subhanallah…bahkan ibu itu sama sekali tidak marah dengan apa yang telah aku lakukan padanya.
          “bu… sebenarnya adik saya sangat suka tape ketan ini, tapi karena saya sedang marah dengannya, saya jadi mengatakan kata-kata kasar pada ibu saat ibu menawarkan itu pada saya” ucapku terus terang. “bu, berapa harga satu bungkus tape ketan itu? Saya beli lima ya bu…” lanjutku tanpa memikirkan betapa marahnya aku pada adik. Aku hanya ingin menebus kesalahanku pada ibu penjual tape ketan itu.
         “lima nak? Alhamdulillah… Perbungkusnya dua ribu” senyuman ibu itu merekah semakin lebar, perlahan meringankan luka sayatan dalam hatiku. Aku memberinya uang sepuluh ribu dan menerima lima bungkus tape ketan itu dengan hati yang amat sangat lega. Setelah memberikan jualannya, ibu itu kemudian pergi seraya membawa keranjangnya dan kembali menawarkannya pada orang lain.
          Akhirnya aku memutuskan untuk membeli beberapa terung, bumbu-bumbu, serta tempe dan tahu untuk menu buka puasa hari ini. Ketika tiba di rumah, adik berlari untuk menemuiku dan meminta maaf, namun segala bentuk kemarahanku padanya sudah hilang tak berbekas.
          “ndak apa-apa, lain kali bilang kalau mau pulang telat. Tuh ada tape ketan, aku beli di pasar tadi” kataku.
          “wah, padahal aku sudah siap dimarahi lho!” jawabnya menggodaku, aku berusaha menahan tawa karenanya.
          “tolong bantu aku mencuci terung itu, dan keluarkan bahan-bahan yang ada dalam keresek. Eh, hati-hati di dalamnya ada uang kembalian sepuluh ribu rupiah” perintahku pada adik, seraya sibuk dengan bumbu-bumbu yang akan aku olah.
          “benar cuma sepuluh ribu?”
          “iya. Kenapa?”
          “berarti sisanya buatku dong?” jawab adik lagi. Aku mengerutkan kening, mendekati adik dan melihat dua lembar uang dua puluh ribuan dalam keresek hitam itu.
          Masya Allah… Ibu penjual sayur itu mungkin keliru melihat uang dua puluh ribu yang aku berikan padanya dengan uang lima puluh ribuan. Aku sama sekali tak menyadari hal ini. Aku tersenyum, dan berulang kali mengucap Alhamdulillah dalam hati, namun aku berjanji akan mengembalikan uang ini pada pemiliknya besok. Pasti.
______________

25-07-2012
Kisah ini aku ambil berdasarkan pengalaman nyata, semoga menjadi pelajaran bagi kita semua.
Selamat Menjalankan ibadah puasa dengan hati yang penuh keikhlasan ^_^

Oleh: Ai Lynn

0 komentar:

Posting Komentar

© Lintangra, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena