Kubuka pintu yang menuju ke halaman
belakang rumahku dan menemukan ibu tengah duduk dibangku kecil diantara
petak-petak sansievera dan adeniumnya yang hampir membusuk karena terlalu
sering disiram. Pandangan ibu lurus kedepan dengan tatapan kosong. Aku tahu,
pikirannya tengah melayang lagi kesuatu tempat, dimana ia tak lagi merasakan
penderitaan yang terus menghantuinya. Kuhampiri ibu dan duduk disebelahnya. Tak
sedikitpun ibu menyadari kehadiranku. Aku menengadah memandang langit. Nampak
semburat warna merah tembaga di ufuk barat. Senja hampir tiba…
“ibu…” sapaku. Kulirik ibu yang tetap
membisu dan terbuai dalam lamunannya.
“ibu….” Panggilku lagi. Kali ini ibu
melihatku. Ia mengamatiku sejenak sebelum kembali pada pandangan yang aku tak
tahu kemana arahnya. Aku menghembuskan nafas panjang dan memulai pembicaraan,
“senjanya indah ya bu…?” tanyaku. Pertanyaan yang aku yakin tak akan
mendapatkan jawabannya.
“senjanya indah…lihat
ibu, ada sekelompok burung yang terbang ke selatan!” celotehku nyaring, sambil
menunjuk kelangit. “burung-burung itu terlihat sangat bahagia ya, bu?”
aku memandang ibu sambil tersenyum, namun ibu tetap setia dalam diamnya.
“ibu…ibu.. lihat! Matahari di ufuk Barat
tersenyum pada kita. Lihat ibu! Tidakkah ibu membalas senyumannya?” ibu tetap
saja diam, sama sekali tak menghiraukan aku. “wah…sayang sekali… padahal
senyuman ibu jauh lebih indah dari pada cahaya itu…” keluhku muram.
Ibu memandangku, berkedip beberapa kali,
kemudian menatap tajam matahari yang hendak beranjak keperaduannya. Lama sekali
ibu memandanginya, sebelum akhirnya mampu mengulum senyum walau masih terlihat
samar.
“indahkan, bu?” Tanyaku riang. Ibu
mengangguk satu kali.
“ibu ingin kesana” kata ibu tiba-tiba,
seraya menunjuk kearah matahari itu. Aku tersenyum mendengar ucapannya.
“itu terlalu jauh bu…” sambungku. Ibu
menggeleng lemah.
“ibu ingin ke tempat indah itu…” sorot
matanya terlihat sedih.
“tidak ibu, matahari kala senja hanya akan
terlihat indah jika dilihat dari jauh. Kalau didekati, keindahan itu pasti akan
menghilang” jelasku, mengulang kata-kata ibu yang pernah ia sampaikan padaku
dulu, bertahun-tahun silam. Ibu mengerutkan kening, tidak terima dengan
penjelasanku.
“mengapa semua yang indah selalu
menghilang jika ibu menghampirinya? Apa salahnya ibu menikmati keindahan itu
dan merasa bahagia karenanya…” ibu menangis. Aku mendekat semakin rapat pada ibu,
memeluknya lembut. “apakah selamanya ibu hanya bisa melihatnya dari jauh saja…”
ibu terisak semakin keras.
“ibu… kan ibu sering mengatakan padaku,
bahwa Allah telah menentukan kebahagiaan sendiri untuk masing-masing hambanya.
Jika ibu belum bahagia sekarang, mungkin esok atau entah kapan kebahagiaan itu
akan menghampiri ibu. Tidak semua hal yang indah akan membuat kita bahagia.
Terkadang kebahagiaan itu justru ada pada sesuatu yang sama sekali tidak kita
sadari keindahannya. Begitukan yang selalu dikatakan ibu dulu?” tangisan ibu
mereda dan dengan lembut kulepaskan pelukanku pada ibu.
“apakah…kau bahagia, nak?” Tanya ibu
sesenggukan. Aku tersenyum sambil menggenggam erat kedua tangan ibu.
“tentu saja bu… apalagi yang membuatku
bersedih jika ada ibu disisiku?” jawabku. “ibu adalah satu-satunya alasan
bagiku untuk bertahan hidup. Memiliki ibu dan adik adalah kebahagiaan terbesar
dalam hidupku…” mataku mulai berkaca-kaca.
“ibu tidak bisa membuat kalian berdua
bahagia seperti dulu…”
“tidak bu… Kebahagiaanku dan adik adalah
melihat ibu tersenyum” air mataku terjatuh, namun dengan segera kuhapus air
mata itu dengan ujung jilbabku. “karena itu, tersenyumlah bu… Kami tidak akan
pernah meninggalkan ibu sendiri. tersenyumlah bersama kami, orang-orang yang
sangat mencintai ibu…” ibu kembali tersedu dalam pelukanku. Namun aku yakin,
kali ini ibu tersenyum dalam tangisnya.
Kulirik matahari yang juga tersenyum
menampakkan keindahannya melalui sinarnya yang mewarnai langit serupa merah
keemasan. Senja turut merasakan kebahagiaanku. Aku tersenyum pada langit. Aku
tahu, aku mampu bertahan menghadapi apapun selama ada adik dan ibu di
sampingku. Selama ada matahari dan senja yang menemaniku.
Ailynn
Rogojampi, Mei 2009
tulisan yg bagus tapi benar2 memperkosa mata pembaca
BalasHapussalam knal salam hangat :) maaf ehhe
makasih pujiannya... ^_^
BalasHapusini hanyalah pengalaman pribadi yang coba aku ungkapkan lewat tulisan.
salam kenal juga...